ACEH BESAR – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh juga menurunkan tim survei geologi ke Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, Rabu (13/01/2021) siang.
Ini adalah tim ketiga yang tiba di lokasi tanah bergerak itu, Rabu siang, setelah ketibaan tim dari Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala (USK) dan tim survei geologi dari Program Studi (Prodi) Teknik Geologi Fakultas Teknik USK.
Kepala Dinas ESDM Aceh, Ir Mahdinur MM mengatakan, Gampong Lamkleng dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan sudut kelerengan antara 20º sampai 35º.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Banda Aceh, daerah Lamkleng termasuk ke dalam endapan aluvial (Qh), berupa endapan sungai (Krueng Aceh) yang berwarna cokelat kehitaman, ukuran butir lempung sampai lanau, tidak terkonsolidasi dengan baik atau bersifat gembur.
Kedalaman muka air tanah di desa tersebut ± 10 meter dan dijumpai rembesan air tanah dari lereng.
Pergerakan tanah terjadi pada daerah permukiman warga sekitar pinggir Krueng Aceh dengan ketebalan tanah diperkirakan lebih dari 15 meter.
“Dimensi blok longsor (100 mx 100 m) dengan arah umum N 190 ° E, dan mengalami penurunan lebih dari 50 sentimeter,” kata Mahdinur.
Menurut Mahdinur, kemungkinan terjadinya pergerakan massa tanah ke arah bawah di Gampong Lamkleng sangat tinggi. Karena banyaknya rekahan (bidang gelincir) yang terdapat di dalam blok longsor, serta kondisi tanah yang sudah tak stabil. Selain itu, hujan yang sering terjadi dalam minggu terakhir intensitas tinggi juga merupakan faktor utama dalam gerakan tanah di Gampong Lamkleng.
“Air yang masuk ke dalam rekahan tanah dapat menyebabkan massa bertambah di lokasi tanah bergerak,” ujar Mahdinur.
Faktor lain yang juga memengaruhi kejadian tanah longsor di desa tersebut adalah morfologi lereng yang curam dengan sisi bawahnya merupakan sungai, dalam hal ini Krueng Aceh. Tanah yang bergeser sudah mencapai sepanjang 300 meter dan lebar 200 meter.
Mahdinur ingatkan bahwa tanah longsor yang terjadi di Gampong Lamkleng sewaktu-waktu bisa mengalami pergerakan yang lebih besar ke arah bawah dan akan mengancam keselamatan jiwa maupun harta benda penduduk setempat.
Berdasarkan amatan tim di lokasi, terdapat dua rumah yang bersentuhan langsung dengan blok longsoran, karena halaman belakang rumah berada tepat di atas bidang gelincir.
“Selain itu, dalam tiga hari terakhir telah terjadi penurunan muka tanah lebih dari 50 cm di Lamkleng, sehingga pergerakan tanah tersebut dikategorikan aktif,” kata Mahdinur.
Sementara itu, jumlah masyarakat yang tinggal di Gampong Lamkleng saat itu 90 KK dengan jumlah penduduk hampir 300 jiwa. Mereka inilah yang terancam terancam oleh fenomena tanah bergerak tersebut.
Salah satu upaya sederhana untuk mengurangi risiko gerakan tanah di Lamkleng, kata Mahdinur, adalah dengan mengeluarkan udara dari blok longsor dengan cara, antara lain, menancapkan bambu-bambu yang dilubangi kedua ujungnya ke dalam lereng.
Terkait pergerakan tanah dapat dilakukan dengan menghubungkan alat. Salah satu alat yang efektif untuk mengukur gerakan tanah adalah ekstensometer yang dapat merekam setiap inci tanah bergerak. Menyangkut upaya mitigasi bencana di Lamkleng, Mahdinur menawarkan dua rekomendasi.
“Pertama, masyarakat harus selalu waspada terhadap hujan yang merupakan salah satu faktor pemicu kejadian tanah longsor di Gampong Lamkleng. Kedua, saat curah hujan di kawasan tersebut di atas 80 mm / jam, masyarakat yang diminta untuk mencari tempat yang relatif lebih aman, dengan kata lain harus mengungsi,” ujarnya
Jarak dari Indrapuri ke lokasi sekitar 15 km ke arah timur dan dapat dicapai dengan kendaraan roda empat.
Secara geografis, desa itu berada pada koordinat 5 ° 22’59.83 “LU dan 95 ° 32’7.54” BT.
Penggunaan lahan di Lamkleng berupa permukiman, persawahan, dan kebun garapan berupa palawija (cabai, tomat, dan lain-lain), di samping sebagai penggembalaan ternak sapi dan kambing.
Secara khusus, Dr Nazli Ismail dari Prodi Magister Ilmu Kebencanaan USK menyarankan agar peternak jangan lagi menggembalakan ternaknya di sekitar tanah bergerak itu.
Karena, bila hujan turun lebat lagi bisa-bisa terjadi longsoran baru yang lebih lebar dan lebih dalam sehingga dapat mengubur penggembala bersama ternaknya.
Ia juga menyarankan agar pemukim di lokasi fenomena tanah bergerak itu segera mengungsi dan sebaiknya jangan kembali lagi untuk bermukim di tempat tersebut. (Advertorial)
Discussion about this post