ACEH BESAR – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Mahdinur MM, memprediksi longsor semakin besar terjadi di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar. Dampak dari tanah bergerak, saat ini di kawasan itu terus terjadi longsor-longsor kecil setiap harinya. Hingga kemarin, kedalamannya sudah lebih 3 meter.
Sejauh ini belum terlihat tanda-tanda pergerakan tanah akan berhenti. Apalagi saat ini hujan dengan intensitas tinggi masih sering mengguyur Gampong Lamkleng dan sekitarnya.
Semakin tinggi curah hujan, maka tanah di kawasan itu semakin labil dan jenuh terhadap udara. Akibatnya, retakan tanahnya semakin lebar dan memanjang. Seperti saat ini, lebarnya sudah di atas 10 meter, sedangkan panjangnya lebih dari 350 meter.
Pepohonan besar di kawasan itu pun mulai bertumbangan. Beberapa bahkan ikut rusak. Batu nisannya juga terguling dari tempatnya semula.
“Dalam kondisi seperti itu kita berharap semoga tidak ada korban jiwa. Upaya-upaya perlindungan terhadap masyarakat dan mitigasi di Gampong Lamkleng harus segera ditindaklanjuti,” kata Mahdinur.
Ia mencatat bahwa beberapa tim yang selama ini turun ke lokasi atas nama lembaga atau instansi, berpandangan sama dengan tim survei geologi Dinas ESDM Aceh. Termasuk yang berpandangan sama adalah mantan ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Cabang Aceh, Ir Faizal Adriansyah Msi.
“Dengan pengertian persepsi yang demikian, maka kita tentu bakal pandangan bahwa keadaan saat ini yang wajib kita utamakan adalah keselamatan masyarakat di lokasi,” ujar Mahdinur.
“Ini harus menjadi prioritas, karena berdasarkan perkembangan yang terpantau di lokasi potensi longsor semakin besar akan terjadi,” Kadis ESDM Aceh itu.
Ditanya, apakah fenomena tanah bergerak seperti di Lamkleng yang pernah terjadi sebelumnya di Aceh, Mahdinur menyatakan, sebenarnya tanah bergerak atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah fenomena alam yang biasa.
Bisa kapan terjadi dan di mana saja selama telah didukung oleh faktor-faktor geologi yang memengaruhi gerakan tanah. Mulai dari struktur tanah, jenis dan susunan batuan, kemiringan lereng, dan lain-lain, “terangnya.
Intensitas intensitas hujan, apalagi dengan tinggi yang dapat mendorong gerakan tanah, semua itu kondisi alam di mana alam selalu berusaha mencari keseimbangan.
“Nah, yang menjadi masalah adalah ketika di lokasi pelaksanaan gerakan tanah itu ada kehidupan manusia yang perlu kita lindungi dan selamatkan, seperti di Lamkleng saat ini. Maka, perlu segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan dan mitigasi,” ucapnya.
Barangkali, lanjut Mahdinur, saat ini bisa saja sedang terjadi di tanah longsor atau gerakan tanah di tempat yang tidak diketahui dan tidak ada kehidupan manusia. Misalnya di tengah hutan atau tempat lain yang jauh dari kehidupan manusia. “Maka hal itu masalah menjadi masalah bagi kita.
Akan tetapi, ketika tanah longsor terjadi di jalan raya, di permukiman penduduk, atau di tempat lain yang berkaitan dengan kepentingan kehidupan manusia, maka hal tersebut menjadi masalah bagi kita, terutama yang terkait dengan keselamatan, “demikian Mahdinur.
Sementara Ahli Geologi Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi menilai, saat ini sudah patuh pada zona bahaya dan zona aman di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Glie, Aceh Besar, sebagai lokasi pelaksanaan tanah bergerak (longsor) sejak 10 Januari lalu. Apalagi, fenomena tanah longsor itu masih terjadi hingga hari kesebelas, Kamis (21/01/2021).
Mantan ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Cabang Aceh itu berpendapat, fenomena tanah longsor di Gampong Lamkleng itu sudah sampai ke tingkat yang sangat serius.
Lagi pula, penurunan muka tanahnya sudah mencapai 3 meter, pepohonan bertumbangan, dan makam banyak yang rusak. “Dua-tiga kali saja turun lagi hujan lebat di lokasi tersebut, keadaannya akan semakin parah. Longsor besar hanya menunggu waktu saja, karena tanahnya terus bergerak dari hari ke hari,” kata Dosen Luar Biasa Jurusan Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala ini.
Atas dasar pertimbangan Faizal Adriansyah memandang perlu segera dipetakan zona merah, kuning, dan hijau.
Untuk menentukan zona bahaya tersebut memang perlu survei detail. “Kalau sudah dipetakan, maka yang pertama harus dievakuasi dari lokasi tersebut adalah warga yang bermukim di zona merah,” kata Faizal.
Menurut Faizal Adriansyah, penetapan zona sangat penting untuk mitigasi. Dengan adanya pembagian zona ini akan dapat merencanakan penyelamatan lahan lain sebelum merambat dan meluas. Misalnya, dengan melakukan penghijauan atau pembangunan tebing penahan longsor.
“Karena belum sempat ke lapangan, saya nggak tahu volume blok yang kemungkinan bergerak. Kalau kawan-kawan yang sering ke lapangan seharusnya sudah dapat memperkirakan volume massa tanah yang akan berpindah,” kata Faizal. (Advertorial)
Discussion about this post