BANDA ACEH | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri, menilai masalah kemiskinan di Aceh bukan hanya semata-mata tanggungjawab gubernur. Menurutnya kemiskinan merupakan tanggungjawab bersama semua pihak, sebab angka kemiskinan Aceh merupakan akumulatif dari sumbangan angka kemiskinan di kabupaten/kota.
“Tingkat kemiskinan suatu provinsi, itu bukan kerjanya gubernur, bukan kerjanya DPR, tetapi kerja semua rakyat mulai yang ada di tingkat desa, kecamatan dan juga kabupaten. Artinya ada andil rekan-rekan bupati dan wali kota, karena angka kemiskinan di provinsi itu adalah angka kumulatif dan representasi dari kabupaten/kota,” kata Firli saat menjawab pertanyaan pers terkait penggunaan dana otonomi khusus dan angka kemiskinan Aceh dalam acara pelantikan pengurus JMSI Aceh, di Hotel Hermes Palace, Sabtu, (27/3/2021).
Oleh sebab itu, Firli meminta Gubernur Aceh segera menggelar rapat koordinasi bersama bupati dan wali kota untuk membahas masalah tersebut dan merumuskan solusinya.
Begitupun dengan angka pengangguran, Firli menilai masalah tersebut berhubungan erat dengan iklim investasi dan peluang lapangan pekerjaan. Ia berharap, pemerintah daerah dapat mengupayakan kemudahan melakukan usaha sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di Aceh.
“Dengan demikian angka pengangguran bisa kita tekan, karena terbukanya ruang lapangan kerja, kalau itu bisa terjadi maka pendapatan rakyat akan meningkat dan sekaligus akan berpengaruh langsung untuk menekan angka kemiskinan,” kata Firli.
Firli menyebutkan, ada tiga syarat yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kesejahteraan. Pertama harus adanya kepastian hukum dan keamanan serta keadilan. Kemudian kondisi suatu daerah harus meyakinkan dan memberi peluang untuk pertumbuhan ekonomi dan terkahir pemerintah dan segenap unsur lainnya harus mampu menghadapi kondisi krisis seperti saat ini, yaitu pandemi Covid-19.
Sementara itu, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, meminta media khususnya mereka yang terhimpun dalam JMSI untuk ikut mengontrol pengelolaan Dana Otsus yang dilakukan Pemerintah Aceh. Ia mengatakan, pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) sudah dirumuskan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
“Di dalam RPJM itu sudah dipikirkan tentang bagaimana menurunkan angka kemiskinan, bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan, apa yang harus dilakukan agar kesejahteraan rakyat itu bisa terwujud,” kata Nova.
Nova mengatakan, RPJM Aceh 2017-2022 merupakan produk hukum atau qanun yang dibuat oleh Pemerintah Aceh dan DPR Aceh. RPJM tersebut mengandung filosofi program dan kegiatan yang semuanya telah diukur out put dan out come nya. Karena itu, rencana yang telah dirumuskan tersebut harus ditaati secara konsisten.
“Kemudian kalau ada pertanyaan kenapa angka kemiskinan masih tinggi, menurut hemat Saya mungkin kita kurang konsisten mentaati RPJMA. Oleh sebab itu, Nova meminta media untuk mengontrol semua pihak yang terlibat dalam Pemerintahan Aceh untuk konsisten menjalankan program sesuai dengan RPJM Aceh 2017-2022. (*).
Discussion about this post