BANDA ACEH – Pengelolaan dan pemanfaatan harta wakaf sejatinya mengacu kepada paradigma baru, yaitu tidak hanya untuk kepentingan ibadah atau sosial semata tetapi juga untuk membangun ekonomi untuk kemaslahatan yang lebih besar, khususnya mengentaskan masyarakat dari deraan kemiskinan.
Hal demikian disampaikan Ketua Badan Baitul Mal Aceh, Prof Nazaruddin A Wahid dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Sekretariat, Rahmad Raden di sela-sela membuka Training Public Speaking Wakaf yang dilaksanakan DPD BKPRMI Kota Banda Aceh, Rabu (31/3/2021) di Hotel Kumala Banda Aceh.
“Untuk mewujudkan paradigma baru pengelolaan dan pengembangan wakaf, khususnya di Aceh, diperlukan banyak aktor yang berperan sebagai motivator, nazir yang profesional, dan mitra nazir. Dalam konteks inilah Training Public Speaking Wakif menjadi penting. Dari training ini kita harapkan akan lahir motivator dan nazir wakaf sebagai penggerak pengembangan wakaf,” ujar Prof Nazar.
Ia menyebutkan, berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI melalui Siwak (Sistim Informasi Wakaf), jumlah tanah wakaf di Aceh sebanyak 13.891 persil dengan luas 7.666,63 hektar, dengan rincian 6.731 persil (958,28 hektar) sudah bersertifikat dan 7.160 persil (6.708,35 hektar) belum bersertifikat wakaf. Angka tersebut tentu sangat fantastis jika dikelola secara produktif, professional, dan amanah untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
“Aceh dengan penduduk muslim mayoritas dan menjalankan syariat Islam, memiliki potensi yang sangat besar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan harta agama, salah satunya melalui instrumen wakaf,” tambahnya.
Prof Nazar menjelaskan, dalam penggalangan harta wakaf perlu menggali potensi potensi baru, salah satunya wakaf tunai. Wakaf tunai menawarkan banyak kemudahan. Dengan adanya wakaf tunai, umat Islam akan lebih mudah memberikan kontribusi dalam wakaf tanpa harus menunggu modal dalam jumlah besar seperti mewakafkan tanah atau properti lainnya.
“Sejatinya, yang menjadi ruh dari upaya pengelolaan harta wakaf adalah kapasitas nazir selaku pemegang amanah memelihara, mengelola, dan mengembangkan harta wakaf perlu memiliki pemahaman lebih maju dan produktif. Tak sekadar memahami ilmu agama dan amanah, ia juga mesti memiliki jiwa wirausaha (entrepreneurship) sehingga menjadi lokomotif bagi pengembangan dan pemberdayaan aset wakaf,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf yang baik, diyakini akan berdampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Training Public Speaking Wakaf dilaksanakan selam dua hari. Kegiatan yang menghadirkan sebanyak 30 peserta ini dibiayai penuh oleh Baitul Mal Aceh melalui senif fisabilillah. Salah satu pemateri pada kegiatan ini, yaitu Anggota Badan Baitul Mal Aceh, Mohammad Haikal, ST. M.I.F.P.
(Advertorial)
Discussion about this post