PIDIE JAYA | “Kamaruddin (50) seorang kepala keluarga di Dusun Lampoh Ranup Gampong Meuko Buloh, Kecamatan Bandar Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Ia salah satu dari ratusan warga miskin di Kabupaten Pidie Jaya.
Kamarudin yang usianya sudah kepala lima, sehari-hari bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga.
Ia bekerja dengan jalan kaki karena tidak sanggup membeli kendaraan, Kamarudin memiliki 3 orang anak yang masih kecil usia sekolah, yang pertama bernama Akmal masih duduk di bangku kelas 2 SMP dan yang kedua Yusrizal masih duduk di bangku kelas 3 SD dan yang satu lagi masih bayi berusia 4 bulan.
Untuk membantu sang suami, Istri tercinta Kamaruddin, rela bekerja mencari nafkah untuk biaya hidup dan biaya sekolah kedua anaknya.
Ia rela jadi buruh cuci pakaian tetangga dan orang kampungnya, namun begitu ia tetap tegar dan setia mendampingi dan melayani sang suami tercinta.
Begitu juga dengan anaknya yang duduk di bangku SMP itu setiap pulang sekolah ia selalu mencari nafkah untuk membantu kedua orang tuanya,, sang anak mau jadi buruh cuci kenderaan di doorsmer, membuat cincin sumur di tempat orang, apapun pekerjaan akan dia lakukan demi mendapatkan uang jajan sehari-hari.
Miris….Kondisi yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan melihat kondisi rumah mereka yang terbuat dari tirai bambu dan kayu, ketika musim hujan percikan air masuk ke dalam rumah dan membasahi dinding-dindingnya.
Kamaruddin dan Keluarga sangat mengharapkan bantuan dan uluran tangan dari pemerintah untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Kalau Bapak/Ibu ingin survey langsung saya sangat bahagia sekali, katanya, supaya bisa melihat sendiri kondisinya. Sampai saat ini ia belum mendapatkan bantuan dari pemerintah Pidie Jaya.
Selain Kamaruddin, di Gampong yang sama juga ada seorang janda yang sudah dicerai hidup suaminya, namanya Hadiah (47) ia juga menempati sebuah rumah yang masih jauh dari kata layak, rumah berlantai tanah tanpa penerang listrik.
Hadijah sudah lebih dari 13 tahun menempati gubuk tua itu, dia punya tanah tapi tidak punya uang untuk buat rumah, Hadijah butuh bantuan dan uluran tangan dari semua pihak agar bisa membangun rumah yang layak.
Kala malam tiba, Hadiah menumpang tidur dirumah tetangganya, ia tidak berani tinggal dirumah sendiri, karena rumahnya tidak standar dan tidak layak disebut sebuah rumah, ia mengaku takut didatangi orang-orang jahat, untuk menghidari itu ia memilih numpang dirumah tetangga. (*)
Discussion about this post