BANDA ACEH | Sungguh Sangat miris melihat nasib para pedagang yang berjualan di kawasan Pasar Kartini Peunayong, yang kini merugi akibat penutupan akses jalan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh.
Padahal, para pedagang yang mendiami toko di sepanjang pasar tersebut telah memiliki izin berjualan dan menyewa toko puluhan juta bahkan ratusan juta. Tapi, karena penutupan paksa yang dilakukan Pemko Banda Aceh, roda ekonomi para pedagang pun terganggu.
Sebagian pedagang telah mengadukan penutupan akses jalan itu kepada Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Kota Banda Aceh, untuk disampaikan kepada Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman.
Melalui GMBI Kota Banda Aceh, pedagang berharap Aminullah mempertimbangkan untuk membuka akses jalan Pasar Kartini yang kini tutup karena Pemko ingin membangun Pusat Kuliner di kawasan tersebut.
Penasihat GMBI Wilayah Teritorial (Wilter) Aceh, Ust Zainal, didampingi Ketua GMBI Kota Banda Aceh Fitriyani, kepada Wartawan Lokal menuturkan, Pemerintah Kota Banda Aceh harus memberikan konpensasi kepada para pedagang yang akibat penutupan tersebut.
Atau, kata Ust Zainal, Pemko Banda Aceh harus segera membuka akses jalan agar pedagang tidak rugi akibat penutupan jalan. “Delik dari Pemerintah, para pedagang ini tidak memiliki surat izin, ada juga yang punya izin, tapi bukan izin jual cabe dan jual tomat,” ungkapnya.
Ust Zainal mengatakan, aneh jika Pemko Banda Aceh mempermasalahkan soal izin jualan sayur atau buah di toko sekitar Pasar Kartini, karena mereka sudah berjualan hingga belasan tahun dan tetap membayar retribusi, tapi tidak selama ini tidak ada masalah.
“Mereka ini kan dapat melihat (selama ini) jualan apa dia di keude (ruko) itu, kalau melanggar undang-undang tidak boleh jualan cabe ini itu dan segala macam, kalau dia lihat itu kan dia larang dulu, kenapa dia terima retribusi? berada sudah ACC (dapat izin) kan?,” katanya.
Ust Zainal menilai, kalau pun toko yang berjualan sayur maupun buah tetap dipermasalahkan, hal itu terasa aneh. Sebab baru sekarang menjadi masalah. “Kalau dibilang yang digusur itu pedagang kaki lima, apakah yang (juala) di toko ini juga pedagang kaki lima?,” tanyanya.
Ketua GMBI Distrik Kota Banda Aceh, Fitriyani.
Kalau pun pedagang di pertokoan itu dianggap pedagang kaki lima, Ust Zainal meminta kepada Pemko Banda Aceh agar membangun toko lain kepada para pedagang tersebut agar mereka bisa pindah dengan tetap berjualan seperti biasa.
“Apakah mau dipindah ke Seulawah? buat dulu tokonya. Kan ini dalam hukum. Buat dulu toko mereka baru digusur, sementara pedagang kaki lima dicari dulu lahan baru dipindahkan. Kalau tidak ada lahan ini bukan pemindahan tapi penggusuran,” jelasnya.
“PERTANYAKAN PERAN DPRK”
Penasihat GMBI Aceh itu juga mempertanyakan keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Banda Aceh, yang dinilainya tidak berperan mendukung pedagang yang merasa dirugikan oleh kebijakan Pemerintah Kota.
“Dia duduk di kursi itu (DPR) bukan pemerintah yang tarok, dia duduk diangkat oleh rakyat, yang mendukung dia rakyat, yang memuliakan dia rakyat. Konstitusi mereka ini yang pertama fungsinya mengontrol perjalanan pemerintahan, kan ini. Jadi lihat dulu, gimana caranya. Oh ini ada penggusuran, dia musyawarah dulu dengan pedagang tadi,” harapnya.
Kalau pindah ke Lamdingin, lanjutnya, juga harus dikontrol ke Lamdingin dan memastikan kelayakan tempat para pedagang kaki lima. “Oh layak, buat rapat lagi dan berikan arahan kepada pedagang ini, beri pemasukan kepada pedagang yang tidak memahami. Pedagang ini kan ada yang tidak sekolah ini, ada yang mutlak buta huruf bahasa Indonesia pun ada yang tidak mengerti,” katanya.
Ia berharap DPRK sebagai wakil rakyat turun tangan memberikan pemahaman kepada pedagang yang belum paham. “Kita bukan tidak mendukung kebijakan pemerintah ini, tapi kita lihat kebijakannya,” tegasnya.
“PASAR KARTINI SEPI KARENA PENUTUPAN AKSES JALAN”
Ust Zainal juga memaparkan soal sejarah pemindahan pedagang dari Keudah ke Peunayong. Dia pun menegaskan kembali bahwa GMBI tidak mempermasalahkan pedagang kaki lima yang direlokasi ke Pasar Al Mahirah Lamdingin, tapi yang dipermasalahkan sekarang soal nasib pedagang yang menyewa ruko di sepanjang Pasar Kartini.
“Ungkap Kekerasan Petugas Terhadap Pedagang Wanita”
Sementara itu, Sekretaris GMBI Kota Banda Aceh, Fatimah, menjelaskan, dirinya bersama Ketua GMBI Kota Banda Aceh telah beberapa kali turun ke lokasi untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi saat petugas melakukan upaya relokasi pedagang.
Menurutnya, telah terjadi kekerasan terhadap pedagang. Ada beberapa orang yang dipukuli saat penutupan akses jalan. Sebab, pedagang mencoba memasukkan barang dagangan mereka ke dalam lokasi pasar yang telah ditutup oleh petugas.
Bahkan sudah ada pedagang salah satu pedagang wanita yang dipukul oleh petugas, kini telah melaporkan tindakan kekerasan petugas di lapangan ke Polresta Banda Aceh.
“Kalau mereka tidak diperbolehkan menjual cabe dan jual segala macam itu, mereka tidak mau sewa toko sampai 60 juta. Seandainya Pak Wali itu berkeras juga harus relokasi, solusi Pak Wali itu apa?,” kata Fatimah.
Menurut Fatimah, Wali Kota Aminullah Usman harusnya turun langsung ke lokasi untuk bermusyawarah dengan pedagang, bersama mencari solusi terhadap persoalan yang kini terjadi, supaya pedagang tidak dirugikan dengan kebijakannya.
“Pak Wali itu punya wewenang, panggil kek pemilik toko, kita duduk. Kan tidak mungkin kita (GMBI) yang panggil. Itu kalau Pak Wali punya itikad baik dan punya hati ingin membantu. Tapi kalau Pak Wali dengan egonya sendiri, ya dengan cara seperti ini sekarang,” katanya.
Dari kiri ke kanan: Sekretaris GMBI Kota, Fatimah; Ketua GMBI Kota, Fitriyani; Kadiv Ekonomi, Ali Ameran.
“Dalam proses pemindahan ini, sudah ada beberapa korban yang dipukul, perempuan. Ada yang ditampar, ada yang dipukul. Terus itu bagaimana, apakah boleh dengan cara seperti ini?,” sambungnya.
Turut hadir dalam kesempatan itu Kepala Divisi Ekonomi GMBI Kota Banda Aceh, Ali Ameran. Wartawan lokal dan beberapa lagi lainnya juga telah turun ke lokasi untuk mengonfirmasi langsung kepada pedagang yang dipukul oleh oknum petugas saat proses relokasi.
Baca: Penutupan Akses Jalan Pasca Relokasi, Pasar Kartini Sepi Pedagang Rugi
Pedagang wanita itu turut memperlihatkan bukti laporan ke Polresta Banda Aceh, dan berharap Kepolisian memproses masalah tersebut, agar menjadi pelajaran bagi petugas lainnya, sehingga kedepan tidak ada lagi petugas yang arogan apalagi sampai memukul wanita di depan umum.
“Saya tidak minta dia dipecat, tapi harus diproses hukum. Karena ini bukan salah saya, dia yang datang kesini dan memukul saya,” tegas pedagang wanita tersebut yang turut didampingi oleh Ketua GMBI Kota Fitriyani, Sekretaris Fatimah, dan Kadiv Ekonomi Ali Ameran.
Seperti diketahui, Pemko Banda Aceh telah merelokasi seluruh pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang Pasar Kartini Peunayong. Alasan relokasi karena pasar tersebut dinilai sudah tidak layak dan membuat akses jalan macet karena sudah terlalu padat.
Rencana pembangunan pusat kuliner kota.
Di sisi lain, Pemerintah Kota juga sudah merencanakan pembangunan Pusat Kuliner Kota Banda Aceh di kawasan itu. Semua pedagang yang sudah belasan tahun berjualan pun kini sudah pindah ke Pasar Al Mahirah Lamdingin sesuai dengan keinginan Pemko Banda Aceh.
Namun begitu, para pedagang yang telah menyewa toko di sepanjang Pasar Kartini belum mau meninggalkan lokasi, karena mereka telah menyewa toko puluhan hingga ratusan juta. Sebagian dari mereka juga baru memperpanjang kembali sewa toko.
Pemko banda Aceh diminta segera mencarikan solusi kepada pedagang yang menempati pertokoan tersebut, termasuk membuka akses jalan bahkan membayar konpensasi atas kerugian yang dialami. Demikian sejumlah permintaan yang disampaikan GMBI Kota Banda Aceh.
Belum ada penjelasan dari Pemko banda Aceh terkait nasib para pedagang yang berjualan di ruko sepanjang Pasar Kartini, yang mengaku merasa rugi akibat penutupan akses jalan. Pemko Banda Aceh juga belum menginformasikan sampai kapan batas waktu penutupan tersebut dilakukan.(H).
Discussion about this post