BANDA ACEH – Penerapan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) melalui penetapan Qanun Aceh No, 18 Tahun 20218, telah menimbul persoalan baru dalam dunia perbankan di Aceh. Penerapan LKS yang digagas oleh Pemerintah Aceh secara teknis belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat Aceh, ditambah lagi penerapa LKS masih menjadi perdebatan dimasyarakat terkait dengan suku bunga bank. Hal tersebut disampaikan ketua Lemkaspa Samsul Bahri kepada media, pada Kamis (10/06/2021)
Ketua Lemkaspa menerangkan, Qanun Aceh Nomor, 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Transaksi keuangan di Aceh wajib menggunakan prinsip syariah, yang telah diatur melalui Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018.
“Dengan adanya aturan tersebut tidak ada lagi transaksi dengan bank konvensional. Kebijakan tersebut secara resmi ditandatangani pada 4 Januari 2019 lalu. Hingga saat ini proses transisi dari Bank konvesional ke Bank Syariah Indonesia (BSI) belum manpu menjawab segala persoalan yang terkait dengan sistem syariah, meskipun waktu sudah 2 tahun berlalu,” kata Samsul Bahri.
Ketua Lemkaspa menambahkan, selama penerapan LKS di Aceh, BRI, sejauh ini sudah ada tiga bank lainnya yang melakukan transisi dan menutup operasionalnya di Aceh. Yakni Bank Mandiri, BNI, Bank Panin, dan CIMB Niaga.
Semenjak diterapkan di Aceh, keberadaan LKS dibawah Bank Syariah Indonesia (BSI) telah menimbulkan beberapa persoalan baru dalam proses transaksi keuangan. mulai susahnya penarikan tunai di ATM hingga kekosongan ATM, bukan hanya persoalan penarikan dan kekosongan ATM. Proses transaksi ke Bank Konvesional juga bermasalah.
“Persoalan tersebut semestinya menjadi PR besar Pemerintah Aceh dan BSI dalam memaksimal penerapan LKS yang sudah berjalan hampir dua tahun,” ujarnya.
Belum lagi masalah pemotongan saldo disaat migrasi ke BSI, Saldo nasabah dipotong Rp 50. 000 ribu rupiah pada saat proses migrasi ke Bank Syariah Indonesia (BSI).
Coba kita hitung pernasabah di potong Rp 50.000 Ribu Rupiah. Seandainya jumlah nasabah Bank di Aceh mencapai 2.000.000 juta nasabah, berapa uang rakyat Aceh yang telah dihimpun oleh BSI, secara tidak langsung proses tersebut melenceng dari nilai‐nilai syariah.
“BSI jangan mempraktekkan ala lintah darat terhadap Rakyat Aceh, yang menghisap uang masyarakat dengan modus administrasi,” imbuhnya.
Kebaradaan Bank Syariah Indonesia (BSI) di Aceh harus benar-benar menjalankan ketentuan perbankan secara syariat, BSI jangan menjelma seperti lintah darat yang menghisap uang nasabah dengan berbagai modus.
“Apa bila ini terjadi maka BSI cuma semboyangnya saja, prakteknya sama sekali tidak menganut pada ketentuan syariat, lebih baik angkat kaki saja dari Aceh,” katanya.
Ketua Lemkaspa juga menambahkan, apabila hal ini berlanjut tanpa ada solusi. Maka bank konvensional yang telah diusir dari Aceh untuk kembali membuka kantor-kantor perwakilan di Aceh dalam melayani masyarakat.
Dan Pemerintah Aceh harus bersikap dalam hal ini, tidak bisa lepas tangan begitu saja mengenai persoalan-persoalan yang terjadi ditengah‐tengah masyarakat.
“Dalam hal ini pemerintah Aceh sebagai pelopor LKS harus segera memanggil pihak manejemen BSI. Jangan membuat aturan yang justru mempersulit masyarakat Aceh ditengah kondisi kemiskinan akibat ulah para pengambil kebijakan,” demikian tegas ketua Lemkaspa Samsul Bahri. (H)
Discussion about this post