SIMEULUE – Menanggapi pemberitaan di salah satu media online, statemen seorang advokat muda meminta Kejaksaan Tinggi Aceh untuk mengawasi kinerja Kejari Simeulue, agar segera memastikan kepastian hukum terkait SPPD kelebihan bayar oknum DPRK Simeulue Kuasa Hukum 13 anggota DPRK Simeulue angkat bicara.
“Kami yakin sampai saat ini Kejari Simeulue telah bekerja sangat profesional, hati-hati dan tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun (bila ada). Dan tidak sembarangan menetapkan tersangka kepada seseorang,” kata Sri Falmen Siregar, SH. dalam siaran pers pada Selasa (28/09/2020).
Kuasa Hukum 13 anggota DPRK Simeulue itu menduga, ada kriminalisasi terhadap klien nya dan juga berkaitan dengan jabatan, sehinnga dianggap kepentingan sebagai pejabat Politik.
Bahkan saat ini ada yang mengaku advokat muda ikut campur ngoceh di media massa berkaitan dengan kelebihan bayar SPPD oknum DPRK Simeulue.
“Apabila dia berbicara dalam kapasitasnya sebagai Advokat, maka perlu di jelaskan mewakili siapa dia bicara?. Mengingat dalam UU advokat. Advokat itu berbicara mewakili kliennya, bukan atas nama pribadi,” cetusnya.
“kalau tidak ada surat kuasamu, gak usah berbicara sebagai advokat seakan mewakili seseorang, urusi urusan klien mu saja,” timpalnya.
Selanjutnya, kata Sri Falmen Siregar, SH. bukan hanya klien nya saja yang tersurat dalam LHP, ada banyak nama lagi. Kenapa tidak diusut dan disuarakan juga, agar pihak lain yang terlibat juga ikut di proses.
Sebelumnya, lanjut Sri Falmen Siregar, SH. Pihaknya belum pernah memberikan keterangan baik di media masa maupun media sosial, berkaitan dengan perkembangan masalah Kelebihan bayar SPPD ini. Krena pihaknya menghargai Proses hukum yang sedang berlangsung.
“Jika ingin berkomentar, cukup sebagai Pengamat Hukum ataupun sebagai orang Politik, mewakili partai mu atau mewakili lembagamu. Niatmu baik agar hukum berjalan,” pungkasnya.
Kemudian, Sri Falmen Siregar, SH menjelaskan, mengacu kepada Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan ada juga pengaturan secara teknis dalam Permendagri nomor 133 tahun 2018.
Tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, Kelebihan SPPD dalam kasus ini adalah masih ranah Administrasi.
Hukum Pidana di Indonesia adalah Ultimum remedium, yang artinya adalah upaya hukum terakhir setelah hukum Perdata atau administrasi tidak mampu menyelesaikan. Dalam hal ini Klien nya, sudah mengembalikan kelebihan bayar tersebut.
“Terlebih lagi, klien kami sebagian besar sudah mengembalikan kelebihan bayar tersebut, bahkan lebih besar dari yang dicantumkan dalam LHP BPK RI
,” ungkapnya.
Hukum di Indonesia ini bukan hanya pidana saja, ada hukum administrasi, hukum perdata dan bahkan hukum yang lebih khusus seperti hukum bisnis.
Menurut, Sri Falmen Siregar, SH. Apabila dipaksakan peristiwa Administrasi atau peristiwa perdata menjadi Pidana, maka hal ini akan menjadi isu nasional dan berpengaruh pulah terhadap hukum nasional kita.
“Sampai saat ini klien kami tidak berstatus Tersangka, sehingga sah-sah saja mengembalikan kerugian negara secara administratif maupun perdata. Saat ini kami sedang melakukan upaya Administratif dan upaya hukum perdata sesuai hak yang dilindungi diberikan hukum,”terangnya.
Untuk itu kata, Sri Falmen Siregar, SH. Kasus ini perlu perhatian dari wakil-wakil kita yang ada di Komisi III DPR RI untuk melihat masalah ini. (*)
Discussion about this post