BANDA ACEH – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA) Tarmizi, SP meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah dan minyak goreng sawit karena merasa dirugikan dengan turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS).
Menurut politisi asal Aceh Barat itu, kebijakan larangan ekspor CPO dikeluarkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang berlaku sejak 28 April 2022 perlu dievaluasi dan mungkin harus dicabut, karena muncul masalah baru bagi petani sawit sehingga sangat merugikan petani di seluruh daerah.
“Harga sawit tidak stabil, sempat naik sampai mencapai Rp 4 ribu per kilogram, dan kini anjlok bahkan harganya fluktuatif, sehingga betul-betul merugikan petani sawit,” kata Tarmizi, di Banda Aceh, Rabu (18/05/2022).
Tarmizi menyebutkan, selain petani sawit, para pengepul juga mengalami kerugian besar, karena saat beli di kebun petani dengan harga tinggi, namun saat dibawa ke pabrik harganya turun drastis.
“Selaku wakil rakyat tentu harus kami sampaikan aspirasi masyarakat Aceh yang umumnya adalah petani sawit khususnya di wilayah barat selatan, dan lebih khusus lagi di dapil kami yang mayoritas adalah petani sawit yaitu di Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya,” tuturnya.
Selain itu, Tarmizi meminta, Pemerintah Aceh untuk menyampaikan keluhan petani sawit secara langsung kepada Presiden Jokowi, minimal kepada menteri terkait. Dan dirinya juga mengingatkan setiap PKS jangan coba-coba mengambil keuntungan dari kebijakan Presiden dengan menetapkan harga sendiri, suka-suka hati tanpa mengindahkan surat edaran ditjen perkebunan.
“Surat Edaran Ditjen Perkebunan secara jelas meminta seluruh PKS mematuhi Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergub Tataniaga TBS. Salah satu poin yang dijabarkan dalam surat itu terkait larangan bagi PKS untuk menetapkan harga TBS, karena itu ranahnya tim provinsi,” tutupnya.
(Parlementaria)
Discussion about this post