Calang – tak enak terdegar Isu empat pulau di Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, diklaim masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
DPR Provinsi Aceh mengecam keras keputusan Mendagri Nomor : 050-145 tahun 2022, tentang pemberian dan pemutakhiran kode data wilayah dan administrasi pemerintahan pulau tahun 2021, yang ditetapkan 14 Februari 2022.
Pasalnya, dalam keputusan yang dikeluarkan mendagri, menempatkan empat pulau yang notabene masuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil provinsi Aceh, namun saat ini telah ditetapkan mendagri masuk dalam wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut).
“Pencaplokan empat pulau di Aceh itu hal salah, Mendagri harus membatalkan dan mengkaji keputusan itu untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh, itu hal merugikan kita Aceh, kenapa saat tahun politik dimunculkan hal tersebut, ini bentuk cipta kondisi baru,” ucap Ir. Azhar Abdurrahman (Ketua Komisi I DPRA) yang memprotes keras atas keputusan tersebut, disampaikan ke Buana.News dalam kegiatan Rises Ke-II, Kamis (26/05/2022).
Dijelaskannya, penyebab 4 pulau yang ditetapkan Mendagri masuk wilayah Sumut. Bentuk yang merugikan kita Aceh, dirasakan itu sudah mencipta kondisi baru yang tidak sesuai perjanjian MoU Helsinki yang menunjukkan Tapal Batas Aceh pada 01 Juli 1956 sampai ke Barus. Bila keputusan Mendagri terjadi maka bisa dipetik tidak ada komitmen pemerintah Indonesia terhadap perdamaian Aceh.
“Batas Aceh itu sudah diredamkan di masa DI-TII 1959-1962 oleh Indonesia kepada Gubernur Militer Daod Beureueh pada tahun 1946 yang menunjukkan kepemimpinan Aceh, Karo dan Langkat, sedangkan batas Aceh 1 Juli 1957 menetapkan Wilayah Kabupaten Aceh Singkil menjorok ke dalam,” Kata Azhar.
Lanjut Azhar, bukti fisik yang menunjukkan Batas Aceh dengan Sumatera Utara, termasuk bukti fisik surat atas kepulauan tersebut, sangat jelas di keluarkan oleh Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh pada 01 Juli 1956. Kemudian pada 2012 lalu, telah dibangun tugu Pemerintahan Aceh di pulau tersebut. Bila ini terjadi bisa disebut cipta politik tingkat tinggi pasca politik PJ Gubernur.
“Itu semua sudah sangat jelas dituangkan dalam MoU Helsinki bila masih juga diciptakan kondisi lain, maka kita simpulkan perlu dilakukan perjuangan kembali agar Aceh tidak dirugikan, kita minta pemerintah Aceh untuk melakukan Meeting Table Summit antara GAM dan RI,” lanjutnya.
Akibatnya, Azhar juga menyebutkan beberapa insiden yang terjadi di Aceh beberapa bulan terakhir, dinilai itu bentuk cipta kondisi kekerasan yang dilakukan sekelompok politik, dia mencontohkan kejadian penembakan petani di Aceh Besar dan Bom Molotov di Aceh Barat hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan, hingga menjadi tanda tanya pihaknya.
“Tapi jangan lupa ada 3 calon PJ gubernur yang mainkan trik hal ini dengan cara penyebaran kekerasan dilakukan, contoh penembakan petani di Sibreh Aceh Besar sampai hari ini tidak ada tersangka, bahwa apa lemahnya kerja Intelijen atau pembiaran intelijen terhadap pembantaian masyarakat sipil,”dugaannya
“Kalo konotasi politik Cipta kondisi, kontra propaganda itu tidak akan didapatkan pelakunya, karena itulah musang berbulu ayam. Tetapi kalo bukan tendensi politik buat tidak nyaman Aceh seolah-olah ada PJ Gubernur yang mampu meredamkan Aceh, maka masa Bom molotov di Aceh Barat tidak ada tersangka,kenapa kalo kasus teroris 1×24 jam sudah tertangkap,”pungkas Azhar.
Mereka mendesak Kementerian Dalam Negeri segera mengevaluasi kembali Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022, tentang pemberian dan pemutakhiran kode, Data Wilayah Adminitrasi Pemerintah dan Pulau tahun 2021 itu.
“Karena itu saya menduga ada pemain-pemain yang akan merubah suasana keamanan stabilitas untuk kepentingan politik untuk calon PJ Gubernur, saya tidak terima PJ gubernur yang menciptakan kondisi kalo rakyat dikorbankan, tujuan yang dilakukan untuk merampok APBA dan merampok sumber daya alam, terutama mereka akan memberikan izin-izin potensi pertambangan, sehingga inilah yang merusak tatanan kedepannya, kalo ini yang terjadi maka perlu kita gerak kembali, jangan sampai dia numpang pimpinan satu tahun dia rampok semua hasil Aceh,” tutup Azhar Abdurrahman.
Parlementarial.
Discussion about this post