Banda Aceh – Perwakilan Badan (PBB) yang bergerak dalam bidang perlindungan pengungsi yaitu United Nations Hight Commissioner for Refugees (UNHCR) bertemu Ketua DPRA Aceh, Saiful Bahri di ruang kerja DPR Aceh, tgl 18 juli 2022.
“Kita menyambut dengan baik dan mengapresiasi dengan tinggi kunjungan perwakilan UNHCR, bertukar pikiran dan salaing berbagi informasi serta yang paling penting sama menemukan titik kerja untuk saling membantu pembangunan Aceh”, ungkapnya.
Pertemuan ini merupakan diskusi dan silaturrahmi antara Kepala Perwakilan UNHCR dengan DPR Aceh dan membicarakan beberapa hal terkait dengan situasi Aceh termasuk terkait dengan isu pengungsian di Aceh.
Pihak UNHCR adalah perkembangan pengungsi luar negeri di dunia, Indonesia, dan bahkan pengungsi luar negeri yang berada dan masuk ke Aceh, mengingat Aceh secara geografis salah satu jalur lalu lintas laut internasional”. Tambah Ketua DPR Aceh.
Pertemuan dengan perwakilan UNHCR ini, juga dimanfaatkan oleh Ketua DPR Aceh untuk menempatkan tentang situasi Aceh saat ini, salah satunya tentang perkembangan realisasi MoU Helsinki dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau yang sering disebut dengan UUPA.
“Selain berbicara tentang pengungsi, kami juga mendengarkan beberapa hal yang berkaitan dengan substansi MoU Helnsinki dan perkembangan realisasi UUPA yang kita nilai terbaikan. Salah satunya misalnya tentang penetapan empat pulau Aceh menjadi Sumatera Utara, Peralihan Kewenangan Pertanahan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah Pusat, padahal dalam UUPA satu tahun setelah disahakan maka izin itu harus dialihkan” terang Pon Yaya.
Sebagai Pimpinan DPR Aceh Saiful Bahri atau Pon Yaya juga mennceritakan kepada Kepala Perwakilan UNHCR, Ann Maymann bahwa saat ini Pemerintah masih belum sepenuhnya merealisasi kewenangan Pemerintah Aceh, sebagaimana tertuang dalam MoU dan UUPA.
Sekarang Aceh butuh perhatian Internasional, banyak butir MoU dan Mandat UUPA terhadap Aceh belum direalisasi, misalnya Penyelesaian tapal batas Aceh kita belum menerima peta batas Aceh, kewenagan pertanahan, bendera dan lambing Aceh, dan bahkan beberapa Qanun Aceh yang disusun oleh DPR Aceh bersama tim Gubernur Aceh namun tidak mau diregistrasi di Nasional”
Terkait dengan beberapa masalah yang telah diungkapkan oleh Ketua DPR Aceh, kemudian disambut dan dicatat oleh tim kepala perwakilan UNHCR, dan mereka mengatakan sangat prihatin serta akan memberikan perhatian penuh terhadap beberapa masalah dalam diskusi dengan Ketua DPR Aceh, sesuai dengan mandat UNHCR.
“Mereka merespon dengan baik beberapa masalah yang kami sampaikan, dan mengatakan ikut prihatin dengan kondisi Aceh saat ini, berharap Pemerintah Aceh terus berusaha untuk mengatakan kepada pusat bahwa ini adalah kewenangan Aceh. selain itu Kepala Perwakilan juga mengatakan akan menjadikan beberapa masalah yang telah disampaiakn sebagai atensi khusus selama dia kepala perwakilan UNHCR di Indonesia kedepan. Tutup Saiful Bahri.
Discussion about this post