Jakarta – Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono berpendapat fenomena sebagian masyarakat makan tabungan menandakan kesenjangan ekonomi makin parah. Dia mengatakan golongan masyarakat yang menggunakan tabungannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari adalah menengah dan bawah.
“Dengan indikator jumlah simpanan masyarakat di perbankan, terlihat bahwa fenomena ‘makan tabungan’ ini hanya terjadi di kelas bawah dan menengah, sedangkan kelas atas tidak mengalami hal ini, bahkan tabungan mereka terus meningkat,” kata Yusuf dikutip, Rabu (6/12/2023).
Yusuf mencatat simpanan kelas atas terkaya, yaitu simpanan di perbankan dengan nominal di atas Rp 5 miliar, antara September 2022 hingga September 2023 tumbuh 7,25%. Pada periode September 2021-September 2022, pertumbuhan tabungan golongan masyarakat ini bahkan lebih tinggi mencapai 8,79%.
Sedangkan simpanan kelas bawah dan menengah, yaitu simpanan di perbankan untuk kelompok tabungan dengan nominal di bawah Rp 100 juta, antara September 2022 hingga September 2023 tumbuh hanya 3,03%. Setahun sebelumnya antara September 2021 hingga September 2022, tabungan golongan bawah dan menengah hanya 3,33%.
Lebih jauh, Yusuf menjelaskan bahwa rata-rata tabungan kelas atas terus meningkat dari Rp 31,5 miliar per rekening pada September 2021, menjadi Rp 31,7 miliar pada September 2022, dan kini menjadi Rp 32,5 miliar per rekening pada September 2023. Sedangkan rata-rata simpanan kelas bawah dan menengah, semakin menurun dari Rp 2,6 juta per rekening pada September 2021, menjadi Rp 2,0 juta pada September 2022 dan kini menjadi Rp 1,9 juta per rekening pada September 2023.
“Pertumbuhan kekayaan kelas atas yang jauh lebih tinggi dari kelas bawah dan menengah ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi pasca pandemi memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar: kekayaan si kaya tumbuh jauh lebih cepat dari si miskin,” kata dia.
Dia mengatakan kondisi makan tabungan tersebut tidak terlepas dari pola pemulihan ekonomi yang umum dikenal sebagai K-shape. Menurut dia, strategi pemulihan itu didominasi sektor tertentu yang hanya menguntungkan kelas atas.
“Dengan K-shape recovery, manfaat pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati kelas menengah-atas. Implikasi-nya, kualitas pertumbuhan rendah dan penanggulangan kemiskinan berjalan lambat,” ujar dia.
Sebelumnya, fenomena masyarakat yang menggunakan tabungannya untuk keperluan sehari-hari terdeteksi melalui survei yang dirilis Bank Indonesia. Data Survei Konsumen dari Bank Indonesia per Oktober 2023 menunjukkan banyak warga Indonesia yang harus menggunakan tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. BI mencatat rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.
Pada bulan Oktober lalu, rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 15,7%. Sementara pengeluaran dan pembayaran cicilan, masing-masing 76,3% dan 8,8%. Padahal, pada survei November 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat di Tanah Air masih jauh lebih besar, yakni 19,8%. Pasalnya pengeluaran dan pembayaran cicilan pada periode itu sebesar 68% dan 12,2%.
Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.
Yusuf menilai untuk mengatasi masalah kesenjangan ini pemerintah perlu memperkuat kebijakan redistribusi pendapatan, baik melalui kebijakan fiskal maupun kebijakan upah minimum. Dia mengatakan rasio perpajakan RI yang stagnan di angka 10% dari PDB membuat redistribusi pendapatan ini berjalan lamban. Hal itu, kata dia, diperburuk dengan kebijakan upah minimum yang konservatif di bawah UU Cipta kerja sehingga menekan daya beli kelas buruh.
“Dibutuhkan reformasi kebijakan fiskal dan perpajakan yang komprehensif agar redistribusi pendapatan dan penguatan daya beli kelas bawah dan menengah dapat berjalan progresif,” pungkas dia.
Discussion about this post