Jakarta, – Ketika banyak anak muda sibuk berlomba mengejar tren digital, sekelompok pemuda dari Green Z Indonesia, Dedikasi Kita, dan Abang None Kepulauan Seribu justru memilih menanam harapan di tanah pesisir.
Mereka datang bukan untuk berlibur, tapi untuk menanam makna: menjaga bumi sambil menumbuhkan kemandirian pangan di Pulau Tidung.
Didukung penuh oleh Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, kegiatan bertajuk “First Project Mangroove & Coral Green Z Indonesia” ini berlangsung selama dua hari, 25–26 Oktober 2025.
Tak hanya sekadar penanaman bibit mangrove dan transplantasi terumbu karang, kegiatan ini menjadi laboratorium sosial-ekologis yang menguji satu hal penting: bisakah generasi muda mengembalikan harmoni antara manusia dan alam?
“Ini bukti nyata sinergi antara pemuda, komunitas, dan pemerintah daerah dalam menjaga ekosistem sekaligus mendorong kemandirian ekonomi,” ujar Ahmad Syarief, Ketua Umum Koordinator Pusat Green Z Indonesia. Minggu (26/10).
Baginya, gerakan hijau bukan lagi sekadar aksi simbolik—melainkan panggilan zaman di tengah krisis iklim dan ketimpangan pangan.
Filosofi gerakan ini sederhana namun kuat:
menanam mangrove berarti menanam ketahanan, menanam coral berarti menanam harapan, dan menanam di hati generasi muda berarti menjaga masa depan.
“Upaya ini memperkuat ekosistem pesisir, melindungi pantai dari abrasi, sekaligus memulihkan habitat biota laut yang krusial bagi keberlanjutan lingkungan dan pariwisata bahari,” tambah Bang Arief, Abnon Jakarta Timur 2025, yang turut memimpin aksi konservasi bawah laut.
Selain aksi konservasi, peserta juga melakukan eksplorasi dan riset ke lahan pertanian Pulau Tidung.
Langkah ini membuka jalan menuju “pertanian adaptif pulau”—mengidentifikasi tanaman yang tahan kondisi pesisir, teknik budidaya hemat air, hingga peluang pemasaran produk lokal.
Dengan riset ini, generasi muda sedang menulis bab baru tentang bagaimana ketahanan pangan bisa lahir dari pulau kecil yang dulu hanya dikenal karena wisata baharinya.
Bupati Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, mengapresiasi penuh kegiatan tersebut.
“Kegiatan ini bukan hanya penanaman, tapi langkah strategis menuju kemandirian pangan lokal. Kita ingin Pulau Tidung dan pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu mampu memproduksi bahan pangan sendiri, mengurangi ketergantungan dari daratan Jakarta,” ujarnya.
Gerakan ini juga mendapat dukungan penuh dari Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia (PB STII).
Turut hadir Ketua Umum PB STII Fathurrahman Mahfudz, Ketua Harian Hilman Ismail Metareum, Wakil Ketua Umum Ikbal Sayuti, Sekjend Didi Rosadi, dan Ustadzah Hj. Yusmanita dari PB Srikandi STII.
Kehadiran mereka mempertegas bahwa isu lingkungan dan pangan bukan lagi ranah sektoral—melainkan tanggung jawab bersama lintas generasi dan profesi.
Kolaborasi antara Green Z Indonesia yang membawa semangat ekologis generasi Z, Dedikasi Kita sebagai wadah kontribusi sosial, serta Abang None Kepulauan Seribu sebagai simbol pariwisata dan budaya, mencerminkan gotong royong progresif yang kini menjadi wajah baru gerakan muda Indonesia.
Dari akar mangrove yang menancap hingga coral yang tumbuh di dasar laut, gerakan ini mengajarkan satu hal: menjaga alam bukan sekadar aktivisme, tapi spiritualisme—cara manusia berdialog dengan bumi.
Karena di antara pasir dan ombak Pulau Tidung, para pemuda ini sedang menulis ulang arti dari kata dedikasi.







Discussion about this post