BANDA ACEH – Ketua Komisi VI DPRA Tgk H Irawan Abdullah meminta-minta Pemerintah Aceh serius untuk memberlakukan zakat sebagai pengurang pajak di Aceh sesuai dengan ketentuan yang berlaku di daerah berjulukan Tanah Rencong itu.
“Hingga saat ini ketentuan itu belum dijalankan walau peraturan yang ada sudah pembantuannya pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA),” kata Tgk Irawan Abdullah di Banda Aceh, Kamis (28/01/2021).
Irawan mengatakan, pada pasal 192 UUPA tersebut jelaskan bahwa zakat yang menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak tahap terhutang dari wajib pajak.
Selain itu, ketentuan itu juga diatur dalam qanun Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal, lalu pada Pasal 105 ayat (1) kepada menyatakan bahwa zakat yang handal Baitul Mal menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak pajak wajib.
“Hingga saat ini zakat sebagai pengurang pajak itu belum dijalankan oleh Pemerintah Aceh. Akibatnya masyarakat yang terkena imbasnya, yaitu membayar zakat dan juga pajak, ”ujarnya.
Irawan menjelaskan, pada kenyataannya memang sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk menunaikan zakatnya. Jika memenuhi syarat sah dan syarat rukun berzakat dan tidak mengerjakannya maka mendapatkan ganjaran dosa.
Selain itu, zakat dapat menjadi pengurang pajak di SPT tahunan. Salah satu kewajiban yang dilaksanakan oleh umat Muslim dapat menjadi pengurang pajak pada saat pelaporan SPT tersebut.
Irawan mencapai, jika diperlukan Pemerintah Aceh dapat membentuk tim khusus agar percepatan pelaksanaan zakat sebagai pengurang pajak segera tanggap di Aceh.
Kata Irawan, Aceh semestinya menjadi pelopor dalam hal tersebut karena secara resmi telah diatur dalam peraturan yang ada di negara.
Oleh karena itu, dirinya menuntut keseriusan Pemerintah Aceh segera merealisasikan amanah qanun dan UU terkait zakat sebagai pengurang pajak tersebut.
“Zakat sebagai pengurang pajak harus dimulai dari Aceh karena zakat yang dikumpulkan oleh Baitul Mal Aceh sama dengan pajak sebagai Penghasilan Asli Daerah (PAD),” kata politikus PKS itu.
Irawan menambahkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya tentang materi zakat sebagai pengurang zakat di Aceh (implementasi pasal 192 UU PA) bahwa saat ini sedang dibahas pada tingkat kementerian dan pemantauan sudah sampai pada tingkatan Kementerian Hukum dan HAM.
Secara subtansial, disetujui, tetapi ditolak untuk masuk pada peraturan pemerintah tentang berusaha mencoba yang merupakan turunan UU Cipta Kerja. Maka dari itu perlu dukungan serius dari Pemerintah Aceh, apalagi pembahasan RPP Cipta Kerja berakhir 02 Febuari 2021 mendatang.
“Kami meminta maaf kepada Pemerintah Aceh dalam hal ini Gubernur Aceh untuk segera menyurati Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait klausul zakat sebagai pajak dapat dilaksanakan di Aceh,” ujarnya.
(Parlementaria)
Discussion about this post